JAKARTA | Kurs Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tak kuasa menembus batas Rp16.000/USS$, dengan capai akhirnya di Rp16.008,5. Bagaimana nasib Rupiah minggu depan?
Pelemahan ditopang oleh sentimen global, khususnya dolar AS yang amat perkasa merespons data ekonomi negeri Adikuasa tersebut yang tangguh, serta ketegangan geopolitik dunia, kata regulator Bank Indonesia (BI).
“Rupiah mungkin masih memiliki ruang untuk menguat, sebelum Bank Indonesia merasa perlu untuk turun,” kata Mingze Wu, trader valas StoneX Financial Pte Ltd di Singapura.
“Jika the Fed lebih dovish daripada yang diperkirakan, BI mungkin tidak perlu melakukan apa-apa – biarkan the Fed yang melakukan pekerjaannya.”
Hari jumat (13/12/2024) lalu jadi periode perdana Rupiah tembus Rp16.002/US$ turun 0,5%. Pada kuartal terakhir 2024, Rupiah mengalami pelemahan lebih dari 5%.
Intervensi di pasar spot, pasar forward domestik serta pasar Surat Berharga Negara (SBN) yang dilakukan Bank Indonesia (BI), belum cukup mengangkat ‘pamor’ mata uang lokal tersebut.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI Edi Susianto bahkan menyebut pihaknya mengintervensi tiga kali lipat di pasar, namun akhirnya Rupiah jebol juga.
Kebangkitan dolar AS akan jadi pekerjaan rumah banyak bank sentral karena keperkasaannya telah ‘melibas’ banyak beberapa mata uang di negara Asia.
Pemangkasan suku bunga Bank Indonesia yang diperkirakan oleh sebagian besar ekonom akan dilakukan paling cepat minggu depan dapat menambah tekanan pada rupiah, ketika dikutip dari Bloomberg.
BI, yang telah berulang kali mengatakan akan melakukan intervensi untuk meredam volatilitas rupiah, mengatakan bahwa level fundamental rupiah lebih kuat daripada Rp16.000/US$.
Diketahui, posisi cadangan devisa selama November terkuras US$1,03 miliar menjadi US$150,2 miliar. Dengan kurs saat ini, nilai penurunan itu setara dengan Rp16,47 triliun.
Gara-gara rupia, nilai cadangan devisa likuid BI juga berkurang sekitar US$888,99 juta menjadi US$134,88 miliar. Bulan Oktober posisi aset likuid masih di kisaran US$135,77 miliar. Penurunan aset likuid yang tidak terlalu besar itu terbantu oleh penerbitan sukuk global senilai US$2,75 miliar oleh Pemerintah RI.
#Red/Js
Views: 90